Senin, 25 Juni 2012

Tugas Softskill B.Indonesia ( Latar Belakang PI )

1.1 Latar Belakang Masalah Harus diakui bahwa pertumbuhan ekonomi di negara Indonesia telah mengalami peningkatan yang cukup pesat dan signifikan. Hal ini juga diikuti dengan menjamurnya bisnis-bisnis baru yang unik dan saling berkompetisi dalam merebut pasar konsumen serta menarik konsumen tersebut pada kebutuhan atas produk-produk tertentu dengan iming-iming kualitas dan layanan yang bermutu (sumber : SWA, Ed. Januari 2008 ; Proyeksi Peluang Usaha di Indonesia) Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan secara langsung oleh penulis, kebanyakan penduduk kota metropolitan seperti Jakarta menghabiskan waktu mereka lebih banyak diluar rumah dibandingkan di rumah mereka sendiri. Dan biasanya bila ada waktu senggang mereka akan lebih banyak pergi ke mal-mal atau ke tempat-tempat yang santai seperti café, restoran dan tempat-tempat yang menyediakan fasilitas untuk bersantai sejenak. Sebagai dampaknya dalam usaha makanan dan minuman atau food and beverage semakin berkembang pesat juga. Agar dapat menarik konsumen sebanyak mungkin, para pengusaha makanan dan minuman saling bersaing dalam meningkatkan mutu, dengan cara menata komposisi menu, tingkat kandungan gizi, tata warna makanan dan minuman (desain produk makanan dan minuman), cara menata hidangan yang menarik, rasa yang memenuhi standar resep, sajian yang sehat yang bersih, serta aroma sajian yang mengugah selera. Di kota Jakarta saat ini, banyak bermunculan café-café baik yang besar maupun yang kecil, antara lain de’Excelso Café, Coffee Bean, J.Co Donuts and Coffee dan masih banyak lagi café yang lainnya. Selain menyediakan makanan dan minuman, café-café tersebut juga menawarakan suasana serta tempat yang nyaman untuk bersantai. Oleh karena itu café-café yang ada saat ini bersaing ketat untuk jadi yang terbaik. Karena itu jika pengusaha ingin mengembangkan usaha mereka dalam persaingan yang ketat ini harus memiliki strategi dan sebuah nilai jual yang lebih disbanding pesaing-pesaingnya. Dalam mengembangkan bisnis café pada umumnya, penerapan suatu produk yang berkualitas sangat mempengaruhi perkembangan café tersebut, karena tujuan utama bisnis café adalah menciptakan kepuasan konsumen dan mempertahankan konsumen yang telah dimiliki. Dalam studi ini peneliti lebih memfokuskan pada sebuah café yaitu Starbucks Coffee, dimana biasanya para pelanggan datang untuk menikmati secangkir kopi kaya rasa sambil bersantai sejenak. Namun café ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat peristirahatan namun juga sebagai tempat untuk melakukian kepentingan-kepentingan bisnis seperti rapat, menjamu tamu dari luar negeri, dan sebagai nya. Peneliti juga berpendapat bahwa keberhasilan produk di suatu pasar juga ditentuka oleh dukungan dari konsumen yang puas akan pelayanan yang diberikan. Penelitian yang lebih difokuskan pada Starbucks Coffee Rest Area Kilometer 19 ini memang menjadi pengalaman yang menarik bagi penulis disebabkan outlet Starbucks Coffee Rest Area Kilometer 19 merupakan salah satu outlet yang ramai dikunjungi masyarakat yang sedang melakukan perjalanan menuju keluar kota. Hasil awal saat pembukaannya cukup mengejutkan pihak manajemen Starbucks yang terkait mengingat respon positif dan minat masyarakat yang tinggi terhadap produk tersebut. Jumlah transaksi yang terjadi bisa mencapai rata-rata 45-55 orang perharinya, pengunjungnya pun semakin hari semakin bertambah sampai sekarang. Walaupun sudah banyak outlet Starbucks Coffee yang berdiri di Rest Area tetap tidak dapat mengantikan sensasi dan persepsi yang telah melekat di hati konsumen terhadap keunikan Starbucks Coffee Rest Area Kilometer 19. Keberadaan Starbucks Coffee Rest Area Kilometer 19 memang sudah dikenal baik oleh masyarakat golongan menengah ke atas. Bukan hanya karena rasa kopinya yang nikmat namun citra (brand image) yang melekat kuat dibenak penikmat kopi Starbucks Coffee. Starbucks Coffee Rest Area Kilometer ini yang terletak di pinggiran jalan tol memiliki jam buka operasional 15 jam yaitu : pada pukul 09.00-24.00 WIB dengan pengunjung rata-rata 45-55 orang perharinya. Karyawan (barista) yang dipekerjakan berjumlah 6 orang untuk weekday dan 8 orang untuk weekend penambahan (additional) karyawan pada akhir pekan didasarkan pada jumlah pengunjung yang bisa melonjak hingga 70-80 orang, sehingga antisipasi telah dipersiapkan agar pelayanan terhadap konsumen pun bisa semaksimal mungkin dan citra (brand image) Starbucks Coffee yang bahkan telah dikenal di dunia internasional pun tetap terjaga dengan baik. Berdasarkan teori Stanton ( 1996, p.222 ), yang dimaksud dengan produk adalah “sekumpulan atribut yang nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) didalamnya sudah tercakup warna, harga , kemasan, prestise pabrik, prestise pengecer, dan pelayanan dari pabrik serta pengecer, yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya”. Peneliti pendahuluan dilakukan dengan menghimpun keterangan dari 15 orang responden mengenai perilaku, kebutuhan dan gaya hidup masing-masing responden. Hasilnya, masing-masing responden mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Kebanyakan kunsumen telah mengenal beberapa café tertentu tetapi sebagian besar merasa belum puas atas produk dan pelayanan yang diberikan oleh café tersebut. Memang tidak sepenuhnya dalam persentase 100% kepuasan konsumen terjamin hingga mempengaruhi keputisan pembelian di Starbucks. Namun 85 % dari 15 konsumen yang telah diteliti benar-benar merasa Starbucks Coffee sebagai tempat ketiga sebagai tempat mereka dapat beristirahat. Keberhasilan Starbucks Coffee dalam memasarkan produknya sangata dipengaruhi oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam mengetahui atribut produk apa saja yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Hingga dapat membantu Starbucks Coffee menentukan harga, pengembangan produk, promosi dan distribusi produknya menjadi lebih baik. Atas dasar latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul "PENGARUH ATRIBUT PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN DI STARBUCKS COFFEE"

Senin, 16 April 2012

PENALARAN DAN SILOGISME

PENALARAN DAN SILOGISME

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
1. Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
1. 1. Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
1. 2. Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
2. Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pulaproposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
3. Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
•Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
•Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secaraformal maupun material . Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
MEMAHAMI POLA PENALARAN
Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain. Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi dua: 1) deduktif; dan 2) induktif. Pola penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara etimologis berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum / universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual. Dalam konteks demikian terdapat prinsip, hukum, teori, atau putusan lain yang berlaku umum suatu suatu hal, peristiwa, atau gejala. Perhatikan contoh berikut :
1.Semua siswa-siswi kelas XII IPA SMA Gila Nama memperoleh predikat lulus100 % dan memuaskan serta menduduki peringkat empat besar dalam Ujian Nasional tahun lalu. Tetanggaku, Kenthus yang agak nyeleneh itu, siswa kelas XII IPA di sekolah itu. Maka, pastilah si Kenthus lulus dengan predikat memuaskan serta baik nilainya.
2.Semua warga RT 5 / RW 3 Kampung Getah Basah yang ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan berarti memiliki sikap nasionalisme yang baik. Pamanku si gendut lagi pula warga kampung itu juga ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan. Pasti, pamanku itu sikap nasionalismenya baik.
Apabila kita cermati, kedua contoh di atas menggunakan pola penalaran deduktif, yaitu pola penalaran yang berdasar dari pernyataan yang bersifat umum kemudian mengkhusus. Tipe penalaran seperti ini bermula dari suatu peryataan yang berlaku untuk semua anggota populasi dari suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah kesimpulan yang mengenai salah satu individu anggota komunitas itu.
Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak mungkinkah kita terjebak dalam suatu pola penyamarataan dengan generalisasi atau apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari untuk menghindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita. Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran yang analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila hal tersebut bertumpu pada kelengkapan dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan kesahihan dan kecerdasan berpikir. Silogisme sebagai Bentuk Hasil Penalaran Deduktif Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang didasarkan atas pernyataan-pernyataan ( proposisi yang kemudian disebut premis ) sebagai antesedens ( pengetahuan yang sudah dipahami ) hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan ( keputusan baru ) sebagai konklusi atau konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, perlu dipahami hal-hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga penalaran kita benar dan dapat diterima nalar.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan konsep-konsep berikut ini :

1.Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyatan kedua disebut premis minor.
2.Dalam silogisme hanya terdapat tiga term ( batasan ), yaitu term I : predikat dalam premis mayor ( B ), term II : predikat dalam premis minor ( C ), dan term III / antara, yaitu term yang menghubungkan antara premis mayor dan premis minor ( A ).
3.Dalam sebuah silogisme hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
4.Bila kedua premis negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan.
5.Bila salah satu premisnya negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6.Bila salah satu premis partikular, kesimpulan tidak sahih.
7.Kedua premis tidak boleh partikular.
8.Rumus:
PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B

Macam-Macam Silogisme
Silogisme dapat dibedakan menjadi tiga: 1) silogisme kategorial; 2) silogisme hipotetis; dan 3) silogisme alternatif. Namun, bisa juga dibedakan menjadi dua yang lain: 1) silogisme kategorial; dan 2) silogisme tersusun. Perhatikan pembahasan berikut
1.Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau : binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya.
Yang perlu dicermati adalah, bahwa pola penalaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari kita tidak demikian nampak, entah di realita pembicaraan sehari-hari, lewat surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain. Oleh sebab itu, dalam menyimak atau mendengarkan atau menerima pendapat seseorang, kita perlu berpikir kritis melihat dasar-dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai seberapa tingkat kualitas kesahihan pendapat itu. Dalam hal seperti ini kita perlu mnenentukan: 1) kesimpulan apa yang disampaikan; 2) mencari dasar-dasar atau alasan yang dikemukakan sebagai premis-premisnya; dan 3) menyusun ulang silogisme yang digunakannya; kemudian melihat kesahihannya berdasarkan ketentuan hukum silogisme. Berdasarkan hal tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap argumen, pendapat, alasan, atau gagasan yang kita baca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita mengembangkan sikap berpikir ke arah yang cerdik, pintar, arif, dan tidak menerima begitu saja kebenaran / opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah akhirnya kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah, atau menolak suatu pendapat yang kita terima.
2.Silogisme Tersusun
Dalam praktik kehidupan sehari-hari bentuk dilogisme di atas ( kategorial ) sering tidak diikuti sebagaimana mestinya, melainkan diambil jalan pintas demi lancar dan cepatnya komunikasi antar pihak. Berikut ini bentuk-bentuk yang dimaksud, yang sebenarnya merupakan perluasan atau penyingkatan silogisme kategorial. Silogisme ini dapat dibedakan dalam tiga golongan: 1) epikherema; 2) entimem; dan 3) sorites.

2.1 Epikherema
Epikherema merupakan jabaran dari silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah satu premisnya atau keduanya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambahkan keterangan sebab: penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun poembuktian keberadaannya. Perhatikan contoh berikut:
Semua pahlawan bersifat mulia sebab mereka selalu memperjuangkan hak miliki bersama dengan menomorduakan kepentingan pribadinya. Sultan Mahmud Badaruddin adalah pahlawan. Jadi, Sultan Mahmud Badaruddin itu mulia. Semua orang nasionalis adalah pejuang sebab mereka senantiasa bekerja tanpa kehendak serta tidak menghalalkan segala cara. Di dalamnya, setiap kegiatan dan keterlibatan mereka yakini bahwa Tuhan juga terlibat. Itulah sebabnya mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan , keadilan, kebersamaan, dan keberbedaan. Bung Tomo adalah seorang nasionalis. Maka, ia seorang pejuang sejati.
Dari kedua contoh di atas terlihat bahwa ada bagian (premis) tertentu yang diperluas dengan menambahkan keterangan, alasan, bukti, dan penjelasan sebagai pelengkap premis mayor. Pola silogistisnya tetap. Hanya saja jumlah keterangan atau atribut yang memperkuat tak terbatas, asalkan memperkuat, mempertegas, dan memperjelas premisnya.
Semua siswa yang rajin belajar dengan teratur, tekun, terencana, dan mempeunyai sistem manajemen yang baik tentu akan berhasil dalam hidupnya di masa depan. Dalam klasifikasi seperti ini, mereka senantiasa mempersiapkan diri demi memahami dan mengerti ilmu yang dipelajarainya, tidak mesti harus menunggu belajar karena ada ulangan. Belajar, bagi mereka, bukan sebatas tahu dan hafal, bukan untuk memperoleh angka yang dicapai dalam ulangan. Mereka belajar secara rutin sebagai bentuk tanggung jawabnya menjawab tantangan masa depan dengan jalan memiliki jadwal pribadi yang tersusun tanpa paksaan dari siapa pun. Mereka belajar sampai tahap menganalisis urgensitas bidang studi, baik untuk hidup sekarang maupun yang akan datrang.
Bagi mereka tiada hari tanpa belajar, tiada hari tanpa prestasi, dan dijadikannya sebagai pegangan hidup. Ardi adalah siswa yang selalu belajar dengan tekun, teratur, rapi, dan terencana. Maka, tentulah masa depan hidupnya pasti baik.
2.2 Entimem
Entimem merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format yang disederhanakan, tanpa menampilkan premis mayor. Bentuk silogisme ini bisa dimunculkan dalam dua cara: 1) C=B karena C=A, dan 2) Karena C=A, berarti C=B. Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detail bagian per bagian yang akan memperbanyak gagasan dan konsep. Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya entimem dimulai dari kesimpulan, hanya saja ada alternatif mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan.

Contoh:

1.Imey memang siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina Kerangka.
2.Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood?
3.Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang dilahirkan dalam shio macan.
Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat validitas-validitas premis, terutama premis mayor sebagai dasar bernalar, serta akurasi premis minornya, untuk menarik kesimpulan.
2.3Sorites
Silogisme tipe ini sangat cocok untuk bentuk-bentuk tulisan atau pembicaraan yang bernuansa persuasif. Silogisme tipe ini didukung oleh lebih dari tiga premis, bergantung pada topik yang dikemukakan serta arah pembahasan yang dihubung-hubungkan demikian rupa sehingga predikat premis pertama menjadi subyek premis kedua, predikat premis kedua menjadi subyek pada premis ketiga, predikat premis kedua menjadi subyek pada premis keempat, dan seterusnya, hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang diambil dari subyek premis pertama dan predikat premis terakhir.
Pola yang digunakan sebagai berikut:
S1…………………………………………P1
S2…………………………………………P2
S3……………………….………………...P3,dst.
Kesimpulan:S1……………………………P3

ASAS PENALARAN DALAM KARANGAN
Aspek Penalaran Dalam Karangan
1.Menulis sebagai hasil proses bernalar.
Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa merupakan hasil proses berpikir kita tentang sesuatu . Hal ini dapat kita mengerti tatkala kita akan mengemukakan pendapat kepada orang lain, misalnya saat berbicara, pikiran kita berkonsentrasi, berproses, kemudian menggunakan media bahasa lisan untuk mengemukakan gagasan. Hal ini pun juga terjadi tatkala kita menulis suatu topik. Untuk menulis suatu topik kita harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan, mempertentangkan, mencari faktor penyebab dan akibatnya, dan lain-lain. Dalam keseharian hidup kita pun saat dalam kondisi sadar dan terjaga, kita senantiasa berpikir. Berpikir memang merupakan kegiatan mental kehidupan manusia. Saat itu pulalah timbul serangkaian fakta hasil pengalaman, pengamatan, percobaan, penelitian, dan referensi dalam urutan yang saling berhubungan serta bertujuan menarik kesimpulan yang terwujud dalam pendapat. Jenis berpikir seperti ini sudah merupakan kegiatan bernalar. Dan proses bernalar merupakan kinerja berpikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pendapat atau gagasan. Kegiatan ini bisa bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif. Penalaran ilmiah mencakup kedua poroses penalaran tersebut.

2.Penalaran induktif.
Penalaran induktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus. Prosesnya disebut induksi. Penalaran induktif dapat berbentuk generalisasi, analogi, atau hubungan sebab akibat. Generalisasi adalah proses berpikir berdasarkan hasil pengamatan atas sejumlah gejala dan fakta dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa itu. Analogi merupakan cara menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan terhadap sejumlah gejala khusus yang bersamaan. Hubungan sebab akibat ialah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat sebab, dan akibat-akibat.

3.Penalaram deduktif.
Penalaran deduktif adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan dalam kesimpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi, proses deduksi sebenarnya tidak menghasilkan suatu konsep baru, melainkan pernyataan / kesimpulan yang muncul sebagai konsistensi premis-premisnya.

4.Penalaran dalam karangan.
Dalam praktek, proses penalaran tidak dapat terpisahkan dengan proses pemikiran. Tulisan merupakan perwujudan hasil kinerja proses berpikir. Tulisan yang baik, sistematis, dan logis mencerminkan proses berpikir yang baik juga. Begitu juga sebaliknya, tulisan yang kacau mencerminkan proses dan kinerja berpikir yang kacau pula. Karena itu pelatihan keterampilan menulis pada hakekatnya merupakan hal pembiasaan berpikir / bernalar secara tertib dalam bahasa yang tertib pula. Suatu karya tulis merupakan hasil proses berpikir yang mungkin merupakan hasil deduksi, induksi, atau gabungan di antara keduanya. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka dengan suatu pernyataan umum berupa kaidah, teori, peraturan, atau pernyataan lainnya. Selanjutnya pernyataan tersebut dikembangkan dengan pernyataan-pernyataan atau rincian-rincian khusus. Sebaliknya, suatu karya tulis yang induktif dibuka dengan rincian-rincian khusus dan diakhiri dengan suatu kesimpulan umum atau generalisasi. Gabungan antara keduanya dimulai dengan pernyataan umum, diikuti dengan rincian-rincian dan diakhiri dengan pengulangan pernyataan umum yang dikemukakan sebelumnya.
Secara praktis, proses penalaran deduktif dan induktif dikembangkan dalam bentuk paragraf. Yang perlu diperhatikan adalah arah atau alur penalaran dan cara pewujudannya dalam karya tulis. Hal tersebut sangat berhubungan dengan urutan pengembangkan dan isi karangan. Pola pengembangan gagasan dapat dilakukan dengan : 1) urutan kronologis; 2) urutan spasial; 3) urutan alur penalaran.; dan 4) urutan kepentingan.
Urutan kronologis ditandai dengan penggunaan kata-kata seperti dewasa ini, sekarang, bila, sebelum, sementara itu, sejak saat itu, selanjutnya, dalam pada itu, mula-mula. Bentuk tulisan ini biasanya dipergunakan untuk memaparkan sejarah, proses, asal-usul, dan biografi / riwayat hidup.
Urutan spasial digunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang, Biasanya dipakai dengan urutan waktu. Pola ini biasanya menggunakan kata-kata di sini, di situ, di, pada, di bawah, di atas, di tengah, berhadapan, bertolak belakang, berseberangan, dan lain-lain.
Urutan penalaran menghasilkan paragraf deduktif dan induktif. Sedangkan urutan kepentingan dikembangkan berdasarkan skala prioritas gagasan yang dikemukakan., dari yang paling penting, menuju yang penting, ke yang kurang penting.